Home > Uncategorized > Asal usul karet

Asal usul karet

.    Proses Terbentuknya Lateks

Seperti yang telah dijelaskan lateks berasal dari partikel karet yang dilapisi protein dan fosfolipid. Protein ini akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet, dengan demikian sistem koloid lateks akan tetap stabil. Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein yang terdapat dalam partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan. Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan (merapatkan) butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi suatu gumpalan atau koagulum. Untuk membuat koagulum ini, lateks perlu dibubuhi bahan pembeku (koagulan) seperti asam semut atau asam cuka. Lateks segar yang diperoleh dari hasil sadapan mempunyai pH 6,5. Agar dapat terjadi penggumpalan atau koagulasi, pH yang mendekati netral tersebut harus diturunkan sampai pH 4,7.

Di dalam proses penggumpalan lateks, terjadi perubahan sol ke gel dengan pertolongan zat penggumpal. Pada sol karet terdispersi di dalam serum, tetapi pada gel karet di dalam lateks. Penggumpalan dapat terjadi dengan penambahan asam (menurunkan pH), sehingga koloid karet mencapai titik isoelektrik dan terjadilah penggumpalan.

Peranan pH sangat menentukan mutu karet. Penggumpalan pada pH yang sangat rendah mengakibatkan warna karet semakin gelap dan nilai modulus karet semakin rendah. Sebaliknya keuntungannya, masa pemeraman singkat dan PRI dapat dipertahankan setinggi mungkin. Penambahan elektrolit yang bermuatan positif juga dapat menetralkan muatan negatif dari partikel karet dan menggumpalkan karet.

  1. 3.    Klasifikasi Karet

Jenis Karet Alam

Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah :

  1. a.    Bahan olah karet

Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet hevea brasiliensis. Beberapa kalangan mengatakan bahwa bahan olah karet bukan produksi perkebunan besar, melainkan merupakan bokar (bahan olah karet rakyat) karena biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun karet.

Menurut pengolahannya bahan olah karet dibagi menjadi 4 amacam :

  1. Lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Cairan getah ini belum mengalami penggunpalan entah itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap (zat antikoagulan).
  2. Sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi.
  3. Slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut
  4. Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung.
  1. b.     Karet alam konvensional

Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. jenis ini pada dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. Jenis-jenis karet alam yang tergolong konvensional adalah sebagai berikut :

  1. Ribbed smoked sheet (RSS) adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik.
  2. White crepe dan pale crepe adalah jenis crepe yang berwarna putih atau muda dan ada yang tebal dan tipis.
  3. Estate brown crepe adalah jenis crepe yang berwarna cokelat dan banyak dihasilkan oleh perkebunan-perkebunan besar atau estate.
  4. Compo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon, potongan-potongan sisa dari RSS atau slab basah.
  5. Thin brown crepe remilis adalah crepe coklat yang tipis karena digiling ulang.
  6. Thick blanket crepes ambers adalah crepe blanket yang tebal dan berwarna coklat, biasanya dibuat dari slab basah, sheet tanpa proses pengasapan dan lump serta scrap dari perkebunan atau kebun rakyat yang baik mutunya. Scrap tanah tidak boleh digunakan.
  7. Flat bark crepe adalah karet tanah atau earth rubber, yaitu jenis crepe yang dihasilkan dari scrap karet alam yang belum diolah, termasuk scrap tanah yang berwarna hitam

 

  1. Pure smoked blanket crepe adalah crepe yang diperoleh dari penggilingan karet asap yang khusus berasal dari RSS, termasuk juga block sheet atau sheet bongkah, atau dari sisa pemotongan RSS. Jenis karet lain atau bahan bukan karet tidak boleh digunakan.
  2. Off crepe adalah crepe yang tidak tergolong bentuk beku atau standar. Biasanya tidak dibuat melelui proses pembekuan langsung dari bahan lateks yang masih segar, melainkan dari contoh-contoh sisa penentuan kadar karet kering, lembaran-lembaran RSS yang tidak bagus penggilingannya sebelum diasapi, busa-busa dari lateks, bekas air cucian yang banyak mengandung lateks serta bahan-bahan lain yang jelek.
  1. c.    Lateks Pekat

Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateksdan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan- bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.

 

  1. d.    Karet bongkah (block rubber)

Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela denga ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri.

 

  1. e.    Karet spesifikasi teknis (crumb rubber)

Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe maupun lateks pekat tidak berlaku pada jenis ini

 

  1. f.     Tyre rubber

Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya.

 

  1. g.    Karet reklim (reclaimed rubber)

Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas, terutama ban-ban mobil bekas dan bekas ban-ban berjalan. Karenanya boleh dibilang karet reklim dalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Biasanya karet reklim banyak dipakai sebagai bahan campuran sebab bersifat mudah mengambil bentuk dalam acuan serta daya lekat yang dimilikinya juga baik.

Jenis Karet Sintetis

Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Biasanya karet sintetis dibuat akan memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada jenis yang tahan terhadap panas atau suhu tinggi, minyak, pengaruh udara bahkan ada yang kedap gas. Jenis karet sintetis diantaranya adalah:

  1. SBR (styrene butadiene rubber)

Jenis SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. Jenis ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah. Namun SBR yang tidak diberi tambahan bahan penguat memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan vulkanisir karet alam.

  1. BR (butadiene rubber)

Dibanding dengan SBR, karet jenis BR lebih lemah. Daya lekat lebih rendah, dan pengolahannya juga tergolong sulit. Karet jenis ini jarang digunakan tersendiri. Untuk membuat suatu barang biasanya BR dicampur dengan karet alam atau SBR.

  1. IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber

Jenis karet ini mirip dengan karet alam karena sama-sama merupakan polimer isoprene. Dapat dikatakan bahwa sifat IR yang mirip sekali dengan karet alam, walaupun tidak secara keseluruhan. Jenis IR memiliki kelebihan lain dibanding karet alam yaitu lebih murni dalam bahan dan viskositasnya lebih mantap.

  1. IIR (isobutene isoprene rubber)

IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon. IIR juga terkenal karena kedap gas. Dalam proses vulkanisasinya, jenis IIR lambat matang sehingga memerlukan bahan pemercepat dan belerang. Akibat jeleknya IIR tidak baik dicampur dengan karet alam atau karet sintetis lainnya bila akan diolah menjadi suatu barang. IIR yang divulkanisir dengan damar fenolik menjadikan bahan tahan terhadap suhu tinggi serta proses pelapukan/penuaan.

  1. NBR (nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile buatadiene rubber

NBR adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak. Sifat ini disebabkan oleh adanya kandungan akrilonitril didalamnya. Semakin besar kandungan akrilonitril yang dimiliki maka daya tahan terhadap minyak, lemak dan bensin semakin tinggi tetapi elastisitasnya semakin berkurang. Kelemahan NBR adalah sulit untuk diplastisasi. Cara mengatasinya dengan memilih NBR yang memiliki viskositas awal yang sesuai dengan keinginan. NBR memerlukan pula penambahan bahan penguat serta bahan pelunak senyawa ester.

  1. CR (chloroprene rubber)

CR memiliki ketahanan terhadap minyak tetapi dibandingkan dengan NBR ketahanannya masih kalah. CR juga memiliki daya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon di udara, bahkan juga terhadap panas atau nyala api. Pembuatan karet sintetis CR tidak divulkanisasi dengan belerang melainkan menggunakan magnesium oksida, seng oksida dan bahan pemercepat tertentu. Minyak bahan pelunak ditambahkan ke dalam CR untuk proses pengolahan yang baik.

  1. EPR (ethylene propylene rubber)

Ethylene propylene rubber sering disebut EPDM karena tidak hanya menggunakan monomer etilen dan propilen pada proses polimerisasinya melainkan juga monomer ketiga atau EPDM. Pada proses vulkanisasinya dapat ditambahkan belerang. Adapun bahan pengisi dan bahan pelunak yang ditambahkan tidak memberikan pengaruh terhadap daya tahan. Keunggulan yang dimiliki EPR adalah ketahanannya terhadap sinar matahari, ozon serta pengaruh unsur cuaca lainnya. Sedangkan kelemahannya pada daya lekat yang rendah.

  1. 4.    Varietas Tanaman Karet

Jenis varietas yang dikembangkan untuk industri:

  1. Klon IRR 5

Potensi keunggulan :

Pertumbuhan cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu.

Rata‐rata produksi 1,8 ton/ha/tahun.

Lilit batang 51,7 cm pada umur 5 tahun.

Kadar karet kering (KKK) 34,5%.

Lateks sangat sesuai diolah menjadi SIR 3 WF, SIR 5 dan SIR 10.

Resisten  terhadap  gangguan  penyakit  gugur  daun  Colletotrichum  dan Corynespora.

Pada  daerah  beriklim  basah,  klon  IRR  5  digolongkan  moderat  terhadap  gangguan penyakit cabang (jamur upas) dan mouldirot.

 

  1. Klon IRR 42

Potensi keunggulan:

Pertumbuhan cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu.

Rata‐rata produksi 5,68 kg/pohon/tahun.

Lilit batang 51,4 cm pada umur 5 tahun.

Resisten  terhadap  penyakit  gugur  daun  Colletotrichum,  Corynespora  dan  Oidium.

Kadar karet kering (KKK) 36,5%.

Lateks dapat diproses menjadi SIR‐5.

 

  1. Klon IRR 118

Potensi keunggulan:

Pertumbuhannya cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu.

Rata‐rata produksi 2,1 ton/ha/tahun.

Lilit batang 48,9 cm pada umur 5 tahun.

Lateks  dapat  digunakan  untuk  produksi  SIR  3  CV  dan  produk  RSS,  serta  SIR  3L, SIR 5 dan SIR 10/20.

Cukup tahan terhadap penyakit Corynespora dan Colletotrichum.

 

  1. Karet Busa Alam

Potensi keunggulan:

Karet busa sintetis umumnya dibuat dari karet EVA/poliuretan karena ringan dan  murah.  Konsumsi  busa  sintetis  di  dalam  negeri  setiap  tahun  berkisar  19  juta lembar (Rp47 miliar), busa plastik 722.000 m2 (Rp665 juta), dan busa jok  mobil 4.500 unit (Rp186 juta).

Proses  produksi  busa  sintetis  berisiko  tinggi  karena  bahan  bakunya  (isosianat)  beracun  dan  bersifat  karsinogenik.  Kondisi  ini  menyebabkan  permintaan terhadap busa alam meningkat.

Busa  alam  lebih  unggul  dibanding  busa  sintetis  dalam  hal  kenyamanan  dan  umur pakai. Untuk memberikan nilai kepegasan yang sama, busa alam hanya  memerlukan ketebalan sepertiga dari busa sintetis.

  1. 5.    Pengelompokkan Industri Karet Dan Barang Karet
    1. Kelompok Industri Hulu

Bokar (bahan olahan karet)

Kayu karet

  1. Kelompok Industri Antara

Crumb rubber ( karet lemah )

Sheet / RSS

Letak pekat

Thin pole crepe

Brown crepe

  1. Kelompok Industri Hilir

Ban dan produk terkait serba ban dalam

Barang jadi karet untuk keperluan industri

Barang karet untuk keperluan

Alas kaki dan komponennya

Barang jadi karet untuk penggunaan umum

Alat kesehatan dan Laboratorium

  1. 6.    Persiapan Bahan Baku Industri Karet dan Lateks

Hal yang pertama adalah pemilihan bahan baku. Untuk menghasilkan pohon karet yang baik perlu diperhatikan:

Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman antara 24‐28 derajat C.

Kelembaban tinggi sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karet.

Curah hujan optimal antara 1.500‐2.000 mm/tahun.

Tanaman  karet  memerlukan  lahan  dengan  penyinaran  matahari  antara  5‐7  jam/hari.

Hasil karet maksimal didapatkan jika ditanam di tanah subur, berpasir, dapat  melalukan  air  dan  tidak  berpadas  (kedalaman  padas  yang  dapat  ditolerir  adalah 2‐3 meter).

Tanah  Ultisol  yang  kurang  subur  banyak  ditanami  tanaman  karet  dengan  pemupukan  dan pengelolaan  yang  baik.  Tanah  latosol  dan aluvial  juga dapat  ditanami karet.

Keasaman tanah yang baik antara pH 5‐6 (batas toleransi 4‐8)

Ketinggian Lahan,  tanaman  karet  tumbuh  dengan  optimum  pada  ketinggian  200  m  dpl.

 

Dalam pemilhan bahan baku dilakukan diagnosis lateks. Diagnosis lateks penting untuk menggambarkan tingkat tekanan fisiologis dan pengaruhnya terhadap kesehatan tanaman. Dalam diagnosis lateks diamati kadar sukrosa, kadar fosfat anorganik (FA), dan kadar tiol.

Kadar sukrosa lateks berkaitan erat dengan tingkat eksploitasi yang diterapkan. Kandungan Sukrosa dalam pembuluh lateks semakin menurun dengan meningkatnya intensitas eksploitasi, ambang batas nilai sukrosa adalah 4 mM, apabila intensitas eksploitasi ditingkatkan sehingga kadar sukrosa di bawah 4 mM maka akan menimbulkan kekosongan bahan penyusun (perkusor) lateks (isoprena).

 

Fosfat anorganik (FA) adalah indikator bagi aktivitas metabolik, dalam hal ini menggambarkan kemampuan tanaman mengubah bahan baku (sukrosa) menjadi partikel karet.

Kadar Tiol (R-SH) merupakan indikasi penting yang berhubungan dengan kerentanan fisiologis lateks terutama pada kejadian kering alur sadap (KAS). Fungsi tiol adalah mengaktifkan enzim-enzim yang berperan dalm kondisi cekaman lingkungan, dan status tiol menunjukkan respons tanaman terhadap tekanan eksploitasi. Kadar tiol berbanding terbalik dengan intensitas eksploitasi. Semakin tinggi intensitas eksploitasi, maka semakin rendah kadar tiol.

  1. 7.    Proses Industri Karet dan Lateks

Tahap pengolahan Crumb Rubber meliputi :

  1. Peremahan

Komponen yang telah mengalami penuntasan selama 10-15 hari diremahkan dalam granulator. Peremahan bertujuan untuk mendapatkan remahan yang siap untuk dikeringkan. Sifat yang dihasilkan oleh peremahan adalah mudah dikeringkan sehingga dicapai kapasitas produksi yang lebih tinggi dan kematangan remah yang sempurna.

  1. Pengeringan

Komponen yang terlah mengalami peremahan selanjutnya dikeringkan dalam dryer selama 3 jam. Pemasukan kotak pengering kedalam dryer 12 menit sekali, suhu pengering 122oC untuk bahan baku kompo dan 110oC untuk proses WF. Suhu produk yang keluar dari dryer dibawah 40oC. Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas aman simpan baik dari serangan serangga maupun mikrobiologis, enzimatis dan hidrolis. Dalam pengeringan faktor yang dapat memepengaruhi hasil adalah lamanya penuntasan, ketinggian remahan, suhu dan lama pengeringan.

  1. Pengepresan

Pengepresan merupakan pembentukan bandela-bandela dari remah karet kering. Bahan yang keluar dari pengering kemudian ditimbang seberat 35kg/bandela yang akan dikemas dalam kemasan SW dan 33,5kg/bandela untuk kemasan. Setelah itu produk dipress dengan menggunakan mesin press bandela. Ukuran hasil pengepresan 60 x 30 x 17 cm.

  1. Pembungkusan dan Pengepakan

Pembungkusan dimaksudkan untuk menghindari penyerapan uap air dari lingkungan serta bebas kontaminan lain. Setelah produk dipress, kemudian disimpan diatas meja alumunium untuk penyortiran dengan menggunakan pengutip. Setelah itu produk dibungkus dengan plastik transparan tebal 0,03 mm dan titik leleh 108oC. Bandela yang telah dibungkus, kemudian dimasukkan dalam peti kemas dengan susunan saling mengunci.

  1. 8.    Prokoagulasi

Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih berupa cairan, tetapi setelah kira-kira 8 jam lateks mulai mengental dan selanjutnya membentuk gumpalan karet. Penggumpalan (prakoagulasi) dapat dibagi 2 yaitu :

1. Penggumpalan spontan

2. Penggumpalan buatan

Penggumpalan spontan biasanya disebabkan oleh pengaruh enzim dan bakteri, aromanya sangat berbeda dari yang segar dan pada hari berikutnya akan tercium bau yang busuk. Sedangkan penggumpalan buatan biasanya dilakukan dengan penambahan asam.  Prakoagulasi terjadi karena kemantapan bagian koloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian-bagian koloidal ini kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar. Komponen koloidal yang lebih ini akan membeku. Inilah yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi.

Getah karet atau lateks sebenarnya merupakan suspensi koloidaldari air dan bahan-bahan kimia yang terkandung didalamnya. Bagian- bagian yang terkandung tersebut tidak larut sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air. Partikel-partikel koloidal ini sedemikian kecil dan halusnya sehingga dapat menembus saringan.

Penyebab terjadinya prakoagualasi antara lain sebagai berikut :

  1. Penambahan asam

Penambahan asam organik ataupun anorganik mengakibatkan turunnya pH lateks titik isoelektriknya sehingga lateks kebun membeku (pH lateks kebun 6,9).

  1. Mikroorganisme

Lateks segar merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, mikroorganisme banyak terdapat dilungkungan perkebunan karet (pepohonan, udara, tanah, air atau pada alat-alat yang digunakan). Mikroorganisme ini menghasilkan asam-asam yang menurunkan pH mencapai titik isoelektrik sehingga Lateks membeku serta menimbulkan rasa bau karena terbentuknya asam-asam yang mudah menguap (volatile fatty acid). Bila banyak mikroorganisme maka senyawa asam yang dihasilkan akan banyak pula.

  1.  Iklim

Air hujan akan membawa zat penyamak, kotoran dan garam yang larut dari kulit batang. Zat-zat ini akan mengkatalisis terjadingan prakoagualasi. Lateks yang baru disadap juga mudah menggumpal jika terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan koloidnya rusak oleh panas yang terjadi.

  1. Pengangkutan

Pengangkutan yang terlambat ataupun jarak yang jauh menyebabkan lateks baru tiba ditempat pengolahan pada siang hari dan sempat terkena matahari sehingga mengganggu kestabilan lateks. Jalan yang buruk atau angkutan yang terguncang-guncang mengakibatkan lateks yang diangkut terkocok-kocok secara kuat sehingga merusak kestabilan koloid.

  1. Kotoran atau bahan-bahan lain yang tercampur

Lateks akan mengalami prakoagualasi bila dicampur dengan air kotor, terutama air yang mengandung logam atau elektrolit. Prakoagualasi juga sering terjadi karena tercampurnya kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur atau asam.

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya prakoagualasi antara lain sebagai berikut :

Menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan dalam penyadapan, penampungan, maupun pengangkutan. Selama pengangkutan dari kebun ke pabrik pengolahan, lateks dijaga agar tidak mengalami banyak guncangan.

Mencegah pengenceran lateks dari kebun dengan air kotor, misalnya air sungai, air saluran atau air got.

Memulai penyadapan pada pagi hari sebelum matahari terbit untuk membantu agar lateks dapat sampai ke pabrik atau tempat pengolahan sebelum udara menjadi panas.

Apabila langkah-langkah pencegahan diatas sudah dilakukan tetapi hasilnya belum seperti yang diinginkan, maka zat antikoagulan dapat digunakan. Zat antikoagulan ada beberapa macam, tetapi harus dipilih yang paling tepat. Pilihan disesuaikan dengan kondisi lokasi, harga, kadar bahaya zat tersebut dan yang terpenting adalah kemampuan zat tersebut dalam mencegah prakoagualasi. Dalam pemakaiannya zat antikoagulan bias digabung untuk menambah daya antikoagulasinya, bisa dua macam menjadi satu atau tiga macam campuran sekaligus. Berikut ini contoh beberapa antikoagulan yang banyak dipakai di perusahaan atau tempat- tempat pengolahan karet.

  1. Soda atau natrium karbonat (Na2CO3)

Dibanding dengan zat antikoagulan yang lain, harga soda atau natrium karbonat memang lebih murah. Karena itu soda banyak digunakan di pabrik-pabrik pengolahan yang sederhana. Akan tetapi zat ini tidak dianjurkan digunakan pada pabrik yang akan mengolah lateks menjadi ribbed smoked sheets (RSS) karena sheet kering yang dihasilkan akan bergelembung-gelembung atau bubbles. Pemakaian soda aman untuk karet yang akan diolah menjadi crepe. Dosis soda yang digunakan adalah 5-10 ml larutan soda tanpa air kristal (soda ash) 10% setiap liter lateks.

2. Amonia (NH3)

Zat antikoagulan ini termasuk yang paling banyak digunakan karena :

Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri

Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan/menaikkan pH lateks kebun

Lateks yang akan diolah menjadi crepe hendaknya tidak diberi ammonia

secara berlebihan karena berpengaruh terhadap warna crepe yang jadi nantinya. Dosis ammonia yang dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagualasi adalah 5-10 ml larutan ammonia 2,5% untuk setiap liter lateks.

3. Formaldehid

Pemakaian formaldehid sebagai anti koagulan paling merepotkan dibanding zat lainnya, karena:

Kurang baik apabila digunakan di musim hujan

Apabila disimpan zat ini akan teroksidasi menjadi asam semut atau asam format (HCHO → HCOOH) yang dapat menyebabkan pembekuan apabila dicampur pada lateks. Oleh karena itu, formaldehid yang akan digunakan terlebih dahulu harus diperiksa apakah larutan ini bereaksi asam atau tidak, apabila bereaksi asam harus dinetralkan dengan zat yang bersifat basa seperti soda kaustik. Seteleh formaldehid bereaksi netral baru digunakan. Dosis yang dapat dipakai adalah 5-10 ml larutan dengan kadar 5% untuk setiap liter lateks yang akan dicegah prakoagualasinya.

4. Natrium sulfit (Na2SO3)

Pemakaian zat ini sebagai zat antikoagulan paling merepotkan, karena :

Bahan ini tidak tahan lama disimpan

Apabila ingin digunakan harus dibuat terlebih dahulu

Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara menjadi natrium sulfat (Na2SO3 → Na2SO4), bila sudah teroksidasi maka sifatnya sebagai antikoagulan menjadi lenyap. Selain sebagai antikoagulan natrium sulafit juga bias memperpanjang waktu pengeringan dan sebagai desinfektan. Dosis yang digunakan adalah 5-10 ml larutan berkadar 10% untuk setiap liter lateks.

Pabrik atau tempat pengolahan karet yang membuat karet jenis ribbed smoked sheet (RSS) rata-rata menggunakan ammonia dan natrium sulfit sebagai antikoagulan. Untuk membuat karet jenis crepe, antikoagulan yang baiasa digunakan adalah soda atau natrium sulfit.

Untuk mendapatkan dosis antikoagulan yang paling tepat dapat dicoba dengan dosis rendah terlebih dahulu. Apabila belum mencukupi, maka dosis dinaikkan sedikit demi sedikit. Untuk patokan dapat digunakan dosis seperti yang telah disebutkan diatas. Zat antikoagulan harus diberikan secpat mungkin setelah lateks disadap. Apabila mungkin penambahan antikoagulan pada mangkuk- mangkuk penampung lateks perlu dilakukan, kecuali untuk formaldehid. Dengan cara ini pencegahan prakoagulasi berjalan lebih efektif. Cara ini membutuhkan tenaga kerja tambahan untuk menaruh antikoagulan, pada setiap mangkuk pada batang karet yang disadap, berarti juga penambahan biaya.

  1. 9.    Permasalahan yang Dialami Industri Karet dan Lateks

Ada beberapa permasalahan yang dihadapi industri karet dan lateks, diantaranya:

  1. Masih rendahnya produktivitas tanaman dan baru sekitar 40% yang menggunakan klon unggul
  2. Belum terpenuhnya persediaan bibit unggul
  3.  Masih rendahnya kualitas bokar
  4.  Besarnya kapasitas terpasang pabrik crumb rubber jauh melebihi ketersediaan bahan olahkaret
  5. Masih rendahnya kualitas SDM petani dan kemitraan usaha serta akses permodalan
  6. Rendahnya posisi tawar petani dalam perolehan harga
  7. Masih lemahnya dukungan prasarana dan sarana
  8. 10.    Manfaat Hasil Olahan Karet dan Lateks

Hasil Olahan karet dan lateks memiliki banyak manfaat diantaranya :

  1. Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang, antara lain:
    1. Bahan  mesin-mesin penggerak.
    2. Ban kendaraan (dari sepeda, motor, mobil, traktor, hingga pesawat terbang), sepatu karet, sabuk penggerak mesin besardan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, dan bahan-bahan pembungkus logam.
    3. Bahan baku perlengkapan seperti sekat atau tahanan alat-alat penghubung dan penahan getaran, misalnya shock absorbers.
    4. Bahan tahanan dudukan mesin.
    5. Pembuatan lapisan karet pada pintu, kaca pintu, kaca mobil, dan pada alat-alat lain membuat pintu terpasang kuat dan tahan getaran serta tidak tembus air.
    6. Pembuatan jembatan sebagai penahan getaran.
    7. Sambungan pipa minyak, pipa air, pipa udara, dan macam-macam oil seals banyak juga yang menggunakan bahan baku karet, walaupun kini ada yang menggunakan bahan plastik.
    8. Alat-alat rumah tangga dan kantor seperti kursi, lem perekat barang, selang air, kasur busa, serta peralatan tulis menulis seperti karet penghapus menggunakan jasa karet sebagai bahan pembuat.
    9. Beberapa alat olahraga seperti bermacam-macam bola maupun peralatan permainan
    10. Peralatan dan kendaraan perang banyak yang bagian-bagiannya di buat dari karet, misalnya pesawat tempur, tank, panser berlapis baja, truk-truk besar, dan jeep.
    11. Karet sintetis memiliki berbagai manfaat diantaranya:
      1. Jenis NBR (Nytrile Butadiene Rubber) biasa digunakan dalam pembuatan pipa karet untuk bensin dan minyak, membran, seal, gasket, serta barang lain yang banyak dipakai untuk peralatan kendaraan bermotor atau industri gas
      2. Jenis CR (Chloroprene Rubber) digunakan dalam pembuatan pipa karet, pembungkus kabel, seal, gasket, dan sabuk pengangkut.
      3. Jenis CR digunakan untuk perekat.
      4. Jenis IIR dapat dimanfaatkan untuk pembuatan ban kendaraan bermotor, juga pembalut kawat listrik, serta pelapis bagian dalam tangki penyimpan lemak atau minyak.
      5. Jenis EPR dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kabel listrik.
        Sebenarnya manfaat karet bagi kehidupan manusia jauh lebih banyak daripada yang telah diuraikan di atas. Karet memiliki pengaruh besar terhadap bidang transportasi, komunikasi, industri, pendidikan, kesehatan, hiburan, dan banyak bidang kehidupan lain yang vital bagi kehidupan manusia. Manfaat secara tak langsung pun banyak yang dapat diperoleh dari barang yang dibuat dari bahan karet.

        1. 11.    Solusi Limbah Lateks

Inovasi menawarkan kemungkinan untuk mengubah masalah yang dilematik menjadi berkah besar. Sejak lama pabrik lateks sinonim dengan bau busuk dan pencemaran. Dengan teknologi bio konversi, bau dan pencemaran “ditukar” dengan produk-produk sampingan yang bernilai tinggi.

Limbah lateks pekat merupakan polutan yang potensial jika tidak ditangani dengan baik. Pengolahan limbah lateks untuk memenuhi persyaratan lingkungan semata, akan membutuhkan biaya yang cukup besar.

Kini limbah lateks dapat dikonversi secara mikrobiologis untuk menghasilkan berbagai produk yang bernilai tambah ekonomis tinggi seperti: IAA (hormon tumbuhan), pupuk bio organik, dan biomassa mikroalga.

Proses biokonversi dapat dibuat berlangsung simultan dengan pengolahan limbah, sehingga bisa mengurangi volume limbah dan sekaligus menghilangkan bau busuk. Pupuk bio organik yang dihasilkan terbukti dapat menghemat sampai 50% pupuk kimia pada tanaman pangan, tanaman perkebunan, serta tanaman penutup tanah.

  1. B.     Industri Kulit
  2. 1.      Pengertian Industri Kulit

Industri kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah (hides atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Pada proses penyamakan, semua bagian kulit mentah yang bukan colagen saja yang dapat mengadakan reaksi dengan zat penyamak. Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi.

  1. 2.      Proses Industri Kulit

Dalam industri kulit, ada tiga pokok tahapan penyamakan kulit,yaitu:

Proses Pengerjaan basah (beam house).

Proses Penyamakan (tanning).

Penyelesaian akhir (Finishing).

Masing- masing tahapan ini terdiri dari beberapa macam proses, setiap proses memerlukan tambahan bahan kimia dan pada umumnya memerlukan banyak air, tergantung jenis kulit mentah yang dignakan serta jenis kulit jadi yang dikehendaki.

Secara prinsip, ditinjau dari bahan penyamak yang digunakan, maka ada beberapa macam penyamakan yaitu:

  1. Penyamakan Nabati.

Penyamakan dengan bahan penyamakan nabati yang berasal dari tumbuhan yang mengandung bahan penyamak misalnya kulit akasia, sagawe , tengguli, mahoni, dan kayu quebracho, eiken, gambir, the, buah pinang, manggis, dll. Kulit jadi yang dihasilkan misalnya kulit tas koper, kulit sol, kulit pelana kuda, kulit ban mesin, kulit sabuk dll.

  1. Penyamakan mineral.

Penyamak dengan bahan penyamak mineral, misalnya bahan penyamak krom. Kulit yang dihasilkan misalnya kulit boks, kulit jaket, kulit glase, kulit suede, dll. Disamping itu ada pula bahan penyamak aluminium yang biasanya untuk menghasilkan kulit berwarna putih ( misalnya kulit shuttle cock).

c. Penyamakan minyak.

Penyamak dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu atau ikan lain, biasanya disebut minyak kasar. Kulit yang dihasilkan misalnya: kulit berbulu tersamak, kulit chamois ( kulit untuk lap kaca) dll.

Dalam prakteknya untuk mendapatkan sifat fisis tertentu yang lebih baik, misalnya tahan gosok, tahan terhadap keringat dan basah, tahan bengkuk, dll, biasanya dilakukan dengan cara kombinasi.

Ada kalanya suatu pabrik penyamkan kulit hanya melaksanakan proses basah saja, proses penyamakan saja, proses penyelesaian akhir atau melakukan 2 tahapan atau ketiga- tiganya sekaligus.

Secara garis besar bagab tahapan proses industri penyamakan kulit sebagai berikut:

1)      Tahapan proses pengerjaan basah ( beam house)

Urutan proses pada tahap proses basah beserta bahan kimia yang ditambahkan dan limbah yang dikeluarkan diantaranya:

  1. Perendaman ( Soaking)

Maksud perendaman ini adalah untuk mengembalikan sifat- sifat kulit mentah menjadi seperti semula, lemas, lunak dan sebagainya. Kulit mentah kering setelah ditimbang, kemudian direndam dalam 800- 1000 % air yang mengandung 1 gram/ liter obat pembasah dan antiseptic, misalnya tepol, molescal, cysmolan dan sebagainya selama 1- 2 hari. Kulit dikerok pada bagian dalam kemudian diputar dengan drum tanpa air selama 1/ 5 jam, agar serat kulit menjadi longgar sehingga mudah dimasuki air dan kulit lekas menjadi basah kembali. Pekerjaan perendaman diangap cukup apabila kulit menjadi lemas, lunak, tidak memberikan perlawanan dalam pegangan atau bila berat kulit telah menjadi 220- 250% dari berat kulit mentah kering, yang berarti kadar airnya mendekati kulit segar (60-65 %). Pada proses perendaman ini, penyebab pencemarannya ialah sisa desinfektan dan kotoran- kotoran yang berasal dari kulit.

 

  1. Pengapuran ( Liming)

Maksud proses pengapuran ialah untuk:

Menghilangkan epidermis dan bulu.

Menghilangkan kelenjar keringat dan kelenjar lemak.

Menghilangkan semua zat-zat yang bukan collagen yang aktif menghadapi zat-zat penyamak.

Cara mengerjakan pengapuran, kulit direndam dalam larutan yang terdiri dari 300-400 % air (semua dihitung dari berat kulit setelah direndam), 6-10 % Kapur Tohor Ca (OH)2, 3-6 % Natrium Sulphida (Na2S). Perendaman ini memakan waktu 2-3 hari.

Dalam proses pengapuran ini mengakibatkan pencemaran yaitu sisa- sisa Ca (OH)2, Na2S, zat-zat kulit yang larut, dan bulu yang terepas.

 

  1. Pembelahan (Splitting)

Untuk pembuatan kulit atasan dari kulit mentah yang tebal (kerbau-sapi) kulit harus ditipiskan menurut tebal yang dikehendaki dengan jalan membelah kulit tersebut menjadi beberapa lembaran dan dikerjakan dengan mesin belah (Splinting Machine). Belahan kulit yang teratas disebut bagian rajah (nerf), digunakan untuk kulit atasan yang terbaik. Belahan kulit dibawahnya disebut split, yang dapat pula digunakan sebagai kulit atasan, dengan diberi nerf palsu secara dicetak dengan mesin press (Emboshing machine), pada tahap penyelesaian akhir. Selain itu kulit split juga dapat digunakan untuk kulit sol dalam, krupuk kulit, lem kayu dll. Untuk pembuatan kulit sol, tidak dikerjakan proses pembelahan karena diperlukan seluruh tebal kulit.

 

  1. Pembuangan Kapur (Deliming).

Oleh karena semua proses penyamakan dapat dikatakan berlangsung dalam lingkungan asam maka kapur didalam kulit harus dibersihkan sama sekali. Kapur yang masih ketinggalan akan mengganggu proses- proses penyamakan. Misalnya :

Untuk kulit yang disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan zat penyamak menjadi Kalsium Tannat yang berwarna gelap dan keras mengakibatkan kulit mudah pecah.

Untuk kulit yang akan disamak krom, bahkan kemungkinan akan menimbulkan pengendapan Krom Hidroksida yang sangat merugikan.

 

 

  1. Pengikisan Protein ( Bating)

Proses ini menggunakan enzim protese untuk melanjutkan pembuangan semua zat- zat bukan collagen yang belum terhilangkan dalam proses pengapuran antara lain:

Sisa- sisa akar bulu dan pigment.

Sisa- sisa lemak yang tak tersabunkan.

Sedikit atau banyak zat- zat kulit yang tidak diperlukan artinya untuk kulit atasan yang lebih lemas membutuhkan waktu proses bating yang lebih lama.

Sisa kapur yang masih ketingglan.

 

  1.  Pengasaman (Pickling)

Proses ini dikerjakan untuk kulit samak dan krom atau kulit samak sintetis dan tidak dikerjakan untuk kulit samak nabati atau kulit samak minyak. Maksud proses pengasaman untuk mengasamkan kulit pada pH 3- 3,5 tetapi kulit kulit dalam keadaan tidak bengkak, agar kulit dapat menyesuaikan dengan pH bahan penyamak yang akan dipakai nanti. Selain itu pengasaman juga berguna untuk:

Menghilangkan sisa kapur yang masih tertinggal.

Menghilangkan noda- noda besi yang diakibatkan oleh Na2gS, dalam pengapuran agar kulit menjadi putih bersih.

 

2)      Tahapan Proses Penyamakan (Tanning)

Proses penyamakan dimulai dari kulit pikel untuk kulit yang akan disamakkrom dan sintan, sedangkan untuk kulit yang akan disamak nabati dan disamak minyak tidak melalui proses pickling ( pengasaman).

Proses penyamakan diantaranya:

  1. Penyamakan

Pada tahap penyamakan ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yakni:

1)      Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Nabati, diantaranya:

Cara Counter Current

Kulit direndam dalam bak penyamakan yang berisis larutan ekstrak nabati + 0,50. Be selama 2 hari, kemudian kepekatan cairan penyamakan dinaikkan secara bertahap sampai kulit menjadi masak yaitu 3- 4 0Be untuk kulit yang tipis seperti kulit lapis, kulit tas, kuli pakaian kuda, dll sedang untuk kulit- kulit yang tebal seperti kulit sol, ban mesin dll a pada kepekatan 6-8 0 be. Untuk kulit sol yang keras dan baik biasanya setelah kulit tersanak masak dengan larutan ekstrak, penyamakan masih dilanjutkan lagi dengan cara kulit ditanam dalam babakan dan diberi larutan ekstrak pekat selama 2-5 minggu.

Sistem samak cepat.

Didahului dengan penyamakan awal menggunakan 200% air, 3% ekstrak mimosa (Sintan) putar dalam drum selam 4 jam. Putar terus tambahkan zat peyamak hingga masak diamkan 1 malam dalam drum.

 

2)      Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Mineral, diantaranya:

Menggunakan bahan penyamak krom

Zat penyamak krom yang biasa digunakan adalah bentuk kromium sulphat basa. Basisitas dari garam krom dalam larutan menunjukkan berapa banyak total velensi kroom diikat oleh hidriksil sangat penting dalam penyamakan kulit. Pada basisitas total antara 0-33,33%, molekul krom terdispersi dalam ukuran partikel yang kecil ( partikel optimun untuk penyamakan). Zat penyamak komersial yang paling banyak digunakan memunyai basisitas 33,33%. Jika zat penyamak krom ini ingin difiksasikan didalam substansi kulit, maka basisitas dari cairan krom harus dinaikkan sehingga mengakibatkan bertambah besarnya ukuran partikel zat penyamak krom. Dalam penyamakan diperlukan 2,5- 3,0% Cr2O3 hanya 25 %, maka dalam pemakainnya diperlukan 100/25 x 2,5 % Cromosol B= 10% Cromosol B. Obat ini dilautkan dengan 2-3 kali cair, dan direndam selama 1 malam.

 

Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Minyak.

Kulit yang akan dimasak minyak biasanya telah disamak pendahuluan dengan formalin. Kulit dicuci untuk menghilangkan kelebihan formalin kemudian dierah unuk mengurangi airnya, diputar dengan 20-30 % minyak ikan, selama 2-3 jam, tumpuk 1 malam selanjutnya digantung dan diangin- anginkan selam 7-10 hari. Tanda-tanda kulit yang masak kulit bila ditarikmudah mulur dan bkas tarikan kelihatan putih. Kulit yang telah masak dicuci dengan larutan Na2CO3 1%.

 

  1. Pengetaman (Shaving).

Kulit yang telah masak ditumpuk selama 1-2 hari kemudian diperah dengan mesin atau tangan untuk menghilangkan sebagian besar airnya, lalu diketam dengan mesin ketam pada bagian daging guna mengatur tebal kulit agar rata. Kulit ditimbang guna menentukan jumlah khemikalia yang akan diperlukan untuk proses- proses selanjutnya, selanutnya dicuci dengan air mengalir ½ jam.

 

  1. Pemucatan ( Bleaching).

Hanya dikerjakan untuk kulit samak nabati dan biasanya digunakan asam- asam organik dengan tujuan:

1) Menghilangkan lek- flek bsi dari mesin ketam.

2) Menurunkan pH kulit yang berarti memudahkan warna klit.

Cara mengerjakan proses pemucatan, kulit diputar dengan 150-2005 air hangat (36- 40 0C ). 0,5-1,0 % asam oksalat selama ½- 1 jam.

 

  1. Penetralan (Neutralizing).

Hanya dikerjakan untuk kulit samak krom. Kulit samak krom dilingkungannya sangat asam (pH 3-4) maka kulit perlu dinetralkan kembali agar tidak mengganggu dalam proses selanjutnya. Penetralan biasanya mempergunakan garam alkali misalnya NaHCO3, Neutrigan dll. Cara melakukan penetralan, kulit diputar dengan 200% air hangat 40-600C. 1-2 % NaHCO3 atau Neutrigan. Putar selama ½- 1 jam.Penetralan dianggap cukup bila ½- ¼ penampang kulit bagian tengah berwarna kunung terhadap Bromo Cresol Green (BCG) indikator, sedangkan kulit bagian tepi berwarna biru. Kulit kemudian dicuci kembali.

 

  1. Pengecetan Dasar ( Dyeing).

Tujuan pengecetan dasar ialah untuk memnberikan warna dasar pada kulit agar pemakaian cat tutup nantinya tidak terlalu tebal sehingga cat tidak mudah pecah.

Cat dasar yang dipakai untuk kulit ada 3 macam:

1). Cat direct, untuk kulit samak krom.

2). Cat asam, untuk kulit samak krom dan nabati.

3). Cat basa, untuk kulit samak nabati.

 

  1. Peminyakan (Fat liguoring).

Tujuan proses peminyakan pada kulit antara lain sebagai berikut:

1). Untuk pelumas serat- serat kulit ag kulit menjadi tahan tarik dan tahan getar.

2). Menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang lainnya.

3). Membuat kulit tahan air.

Cara mengerjakan peminyakan, kulit setelah dicat dasar, diputar selama ½ – 1jam dengan 150 %- 200% air 40- 60 0C, 4-15% emulsi minyak. Ditambahkan 0,2- 0,5% asam formiat untuk memecahkan emulsi minyak. Minyak akan tertinggal dalam kulit dan airnya dibuang. Kulit ditumpuk pada kuda- kuda selama 1 malam.

 

  1. Pelumasan ( Oiling).

Pelumasan hanya dikerjakan untuk kulit sol samak nabati. Tujuan pelumasan ialah untuk menjaga agar bahan penyamak tidak keluar kepermukaan kulit sebelum kulit menjadi kering, yang berakibat kulit menjadi gelap warnanya dan mudah pecah nerfnya bila ditekuk.

Cara pelumasan, kulit sol sebagian airnya diperah kemudian kulit diulas dengan campuran:

1). 1 bagian minyak parafine.

2). 1 bagian minyak sulfonir.

3). 3 bagian air.

Kulit diulas tipis tetapi rata kedua permukaannya, kemudian dikeringkan.

 

  1. Pengeringan.

Kulit yang diperah airnya dengan mesin atau tangan kemudian dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk menghentikan semua reaksi kimia didalam kulit. Kadar air pada kulit menjadi 3-14%.

 

  1. Kelembaban.

Kulit setelah dikeringkan dibiarkan 1-3 hari pada udara biasa agar kulit menyesuaikan dengan kelembaban udara sekitarnya. Kulit kemudian dilembabkan dengan ditanam dalam serbuk kayu yang mengandung air 50- 55 % selama 1 malam, Kulit akan mengambil air dan menjadi basah dengan merata. Kulit kemudian dikeluarkan dan dibersihkan serbuknya.

 

  1. Peregangan dan Pementangan.

Kulit diregang dengan tangan atau mesin regang. Tujuan peregangan ini ialah untuk menarik kulit sampai mendekati batas kemulurannya, agar jika dibuat barang kerajinan tidak terlalu mulur, tidak merubah bentuk ukuran. Setelah diregang sampai lemas kulit kemudian dipentang dan setelah kering kulit dilepas dari pentangnya, digunting dibagian tepinya sampai lubang-lubang dan keriput- keriputnya hilang.

3)      Tahapan Penyelesaian Akhir ( finishing)

Penyelesaian akhir bertujuan untuk memperindah penampilan kulit jadinya, memperkuat warna dasar kulit, mengkilapkan, menghaluskan penampakan rajah kulit serta menutup cacat-cacat atau warna cat dasar yang tidak rata.

  1. 3.      Limbah Industri Kulit

Limbah Cair

Dilihat dari asal bahan pencemar, maka sumber dan sifat air limbah industri penyamakan kulit dapat dibedakan pertahapan proses sebagai berikut:

  1. Perendaman ( Soaking).

Air limbah soaking mengandung sisa daging, darah, bulu, garam, mineral, debu, dan kotoran lain atau bahkan bakteri antrax. Pada proses perendaman air limbah cairnya berbau busuk, kotor, dengan kandungan suspended solid 0,05- 0,1%. Menurut UNEP 1991 menambahkan bahwa air limbah soaking juga mengandung garam dan bahan organic lain yang akan mempengaruhi BOD,COD,SS. Sumber limbahnya antara lain:

  1. Buang bulu dan pengapuran (Unhairing dan liming).

Air pada proses ini berwarna putih kehijauan dan kotor, berbau menyengat, pH air limbah pada proses ini berkisar antara 9-10, mengandung kalsium , natrium, sulfide, albunin, bulu sisa daging, dan lemak. Suspended solid 36%. Dampak yang ditimbulkan akibat buangan dalam proses tersebut adalah bahwa air limbah berpengaruh tehadap air, tanah, dan udara. Pengaruh terhadap air terutama pada BOD, COD,SS, alkalinitas, sulphida, N-Organik, N- ammonia. Adanya gas H2S pada pencemaran ini menyebabkan terjadinya pencemaran udara.

  1. Air limbah buanagan kapur (Deliming).

Air limbah pada proses deliming mempunyai beban polutan yang lebih kecil dibanding dengan unhairing dan liming. Menurut UNEP bahwa air limbah tersebut akan menyebabkan pencemaran air berupa BOD,COD, DS, dan N- ammonia. Kemudian adanya ammonia akan menimbulkan pencemaran udara.

  1. Air limbah pengikisan Protein (Degreasing).

Pada proses ini air limbah yang dihasilkan pencemaran air yang ditunjukkan dengan tingginya nilai COD,BOD,DS dan lemak.

  1. Air limbah Pikel (Pickling) dan Krom (Tanning).

Air limbah dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa garam, sejumlah kecil mineral dan crome velensi 3 yang apabila tercampur dengan alkali akan terbentuk chrome hidroksida, pH berkisar antara 3,5-4, suspendid solid 0,01-0,02 %

 

 

 

  1.  Air limbah Gabungan Termasuk Pencucian.

Pada buangan air limbah gabungan ini ESCAP menjelaskan untuk volume air 30-35 l/kg, pH berkisar antara 7.5-10, total solid 10- 25 mg/l, suspended solid 1.250- 6.000 mg/l dan BOD 2.000- 3.000 mg/l.

 

Sumber dan Karateristik Limbah Padat.

Didalam proses penyamakan disamping limbah cair juga menghasilkan limbah padat sebagai hasil samping. Dikatakan hasil samping karena dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnyasebagai bahan makanan,obat-obatan, kosmetik, pupuk, kerajinan, dan bahan bangunan lainnya. Bahan padat yang dimaksud antara lainbulu, sisa trimming,fleshing, sisa split,shaving, buffing, dan lumpur.

  1. 4.      Proses Pengolahan Limbah Industri Kulit

Proses pengolahan limbah industri kulit diantaranya adalah:

  1. a.    Pemisahan Padatan Kasar

Sebelum diolah air limbah perlu disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan padatan kasar yang dapat menutup pipa, pompa-pompa dan saluran-saluran. Pada proses ini lebih dari 30% padatan tersuspensi total dalam cairan air limbah dapat dihilangkan dengan saringan.

 

  1. b.   Segresi

Pada tahap ini dilakukan pemisahan cairan-cairan limbah yang mempunyai sifat khas dan memerlukan perlakuan tertentu untuk menangani zat pencemar agar nanti setelah dicampur dengan cairan limbah yang lain tidak menimbulkan kontradiksi yang merugikan.

  1. c.    Ekualisasi

Proses pengolahan pada bak ekualisasi bertujuan untuk penghilangan sulfida dan krom agar dapat menghemat air yang dapat mengencerkan limbah kapran dan cairan limbah krom sebelum diolah lebih lanjut.

Pada tahapan ini juga meningkatkan efisiensi pengolahan dan untuk menghindari rancangan baik yang diantisipasi untuk aliran puncak ( peak Flow) maka dilakukan sistem pengaturan laju aliran dan pencampuran seluruh air limbah.

  1. d.   Koagulasi

Pada tahapan ini dilakukan perlakuan fisiko kimiawi untuk menghilangkan BOD dan padatan. Dengan perlakuan fisiko kimiawi yang relatif mudah dan sederhana dapat menghilangkan > 95 % padatan tersuspensi dan BOD sekitar 70%. Untuk menghilangkan BOD sepenuhnya dapat dilakukan dalam pengolahan proses biologis selanjutnya.

Perlakuan fisiko kimia terhadap air limbah penyamakan kulit terdiri dari perlakuan awal dengan pemberian penggumpal yang dilanjutkan dengan pemberian pengendap sampai dengan pemisahan lumpurannya untuk dibuang.

  1. e.    Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Biologis

Dalam persyaratan baku mutu air limbah, maka perlu adanya pengolahan sekunder. Pilihan cara pengolahan sekunder untuk air limbah penyamakan kulit Sebagai berikut:

  1. Filter biologis

Filter biologis dalam pengolahan limbah penyamakan kulit sering tidak dipertimbangkan.

  1. Lumpur aktif (kolam oksidasi)

Pengolahan lumpur aktif pada prinsipnya adalah mempertemukan antara air limbah yang mengandung bahan pengencer organik dengan sejumlah besar bakteri aerob dan mokroorganisme lain yang terkandung dalam lumpur biologis (lumpur aktif).

  1. Lumpur aktif konvensional

Jika dibandingkan dengan cara konvensional yang berbeban berat, maka waktu yang diperlukan adalah 2-4 hari dan beban organik yang ringan lebih mudah menahan variasi keadaan air limbah dan beban mendadak yang menjadi proses penyamakan kulit, dengan demikian lumpur yang dihasilkan berkurang.

  1.  Lagun (kolam)

Ada pendekatan lain bagi daerah pedesaan atau yang memiliki lahan luas, yaitu kolam dapat dibuat dengan biaya rendah dan perawatan pengolahan juga sangat mudah.

  1. 5.      Dampak Industri Kulit Bagi Kesehatan

Didalam industri kulit menggunakan bahan-bahan pembantu yang tersusun dari senyawa-senyawa kimia. Ada yang berwujud bubuk, kristal, maupun cair, semi liguid yang berbahaya terhadap kesehatan manusia. Bahan-bahan kimia tersebut akan kontak dengan pekerja Industri Penyamakan Kulit dengan berbagai macam cara, yaitu melalui kontak dengan kulit atau dengan cara penghirupan dalam bentuk gas atau uap. Bahan–bahan yang bersifat korosif dapat menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh yang terkena tumpahan ke kulit, mata atau juga bisa terminum, tertelan, maupun terhirup ke paru- paru.

Dibawah ini akan dijelaskan akibat yang ditimbulkan apabila kontak dengan bahan- bahan yang bersifat korosif/ beracun.

Natrium Sulfida (Na2S), berfungsi pada buangan bulu pada industri penyamakan kulit. Berupa kristal putih atau kekuningan. Bereaksi dengan karbon. Bersifat tidak stabil, sehingga dalam proses penyimpanannya harus dijaga agar terhindar dari pemanasan karena dapat meledak.

Asam Sulfida (H2SO4), bersifat korosif dan bersifat racun terhadap jaringan kulit. Kontak dengan kulit menyebabkan terbakar, sehingga merusak jaringan. Penghisapan kabut/ uap asam sulfat dapat menyebabkan inflamasi pada tenggorokan bagian atas sehingga menyebabkan bronkitis, dan bila kontak dengan konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kolaps.

Asam Klorida (HCl), bahan ini merupakan bahan pengoksidasi yang sangat kuat.Berbahaya jika terkena panas. Pengaruhnya terhadap kesehatan manusia yang akan menghasilkan methemoglobin dalam darah serta akan merusak butir-butir darah merah pada akhirnya akan merusak buah ginjal juga otot- otot hati.

Asam Format ( HCCOH), bahan mudah terbakar dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata, membran mukosa.

Amonium Hidroksida (NH4OH), suatu bahan apabila dipanaskan akan mengeluarkan racun yang berbahaya bagi kesehata, uapnya bersifat racun.

Natrium Hidroksida (NaOH), berbentuk padat atau larutan bersifat korosif pada kulit manusia apabila kontak terlalu lama, dapat menyebabkan kerusakan jaringan tubuh manusia. Penghisapan pada hidung dapat menyebabkan iritasi pada membran mukosa.



 

  1. FERDY
    January 31, 2014 at 9:23 pm

    salam hormat, terimakasih atas informasinya
    bisa saya minta kontak emailnya pak/ibu

  1. No trackbacks yet.

Leave a comment